Dalam Sidang Keterangan Terdakwa, dr. Bhakrizal Menyangkal Semua Tuduhan Pengadaan APD Fiktif
PADANG || PALIKOPOST – Sidang Kasus dugaan APD Fiktif di Dinas Kesehatan Payakumbuh, tampaknya di Fakta persidangan sudah mulai terang menerang. Yang mana sidang pada Selasa (28/6/22) kemarin ialah agenda mendengarkan keterangan Terdakwa dr. Bhakrizal tentang kasus yang telah menjeratnya.
Dalam keterangannya di depan Majelis Hakim, JPU dan Penasehat Hukum di Pengadilan Tipidkor Klas IA Padang, dr. Bhakrizal menyangkal seluruh tuduhan yang telah menjeratnya yaitu tuduhan melakukan dugaan Pengadaan APD Fiktif pada Desember tahun 2020 dan telah mengakibatkan kerugian Negara sebesar Rp. 195 juta
Dia menjelaskan bahwa dalam pengadaan APD Hazmat dan masker di Dinas Kesehatan dan di RS Adnan WD Payakumbuh ialah merupakan kebutuhan untuk Satuan Tugas (Satgas) Covid19 Payakumbuh.
Dikatakan, harus diketahui kalau didalam Satgas Covid19 posisi dia hanya sebagai tim ahli dan dianya dalam pengadaan APD tersebut tidak sebagai Pengguna Anggaran (PA).
Dijelaskan juga, dianya waktu itu hanya sebagai orang yang ditugaskan oleh Ketua Satgas (Walikota) untuk melihat barang APD, apakah telah sesuai dengan speck atau yang dibutuhkan untuk keperluan Penaggulangan Penyebaran Covid19 di Payakumbuh.
” Saya didalam pengadaan APD yang dilakukan di Dinas Kesehatan dan RS Adnan WD tidak sebagai Pengguna Anggaran. Sebab posisi pengadaan ialah kebutuhan dari satgas, bukan kebutuhan Dinas kesehatan. Bahkan uang untuk pengadaan tersebut merupakan dana dari Biaya Tidak Terduga (BTT) hasil dari dana Recofusing bukan dari biaya yang sudah di anggarkan masing Dinas,” ungkapnya.
Lebih dijelaskan bahwa APD yang disangkakan sebagai Pengadaan Fiktif ialah tidak benar. Karena APD yang dimaksud ada barangnya, dan sudah di terima oleh Puskesmas yang ada di seluruh Kecamatan Payakumbuh dan petugas RS Adnan WD Payakumbuh.
” Waktu itu kebutuhan APD untuk tenaga medis sangat dibutuhkan, jadi dengan cepat saya diperintah ke Bandung oleh Walikota (Ketua Satgas) untuk mencek kelayakan barang ke Bunda Putri sebagai penyedia barang yang saat itu sanggup untuk menyediakan sesuai kebutuhan. Setelah itu atas instruksi walikota, agar di ambil barang APD tersebut ke Bunda Putri yang sebelumnya sudah di kenalkan bapak Walikota ke saya,” ujarnya.

Setelah itu ungkap dr. Bhakrizal, pihak penyedia Bunda Putri disuruh berkomunikasi dengan dianya dalam pengiriman APD yang waktu itu sangat dibutuhkan dalam upaya memberikan pelayanan dan pelindungan terhadap tim medis, dan masyarakat dalam penanganan Covid19 yang ketika itu melonjak tinggi di Kota Payakumbuh.
Berselang waktu, APD yang di lihat ke Bandung tersebut dikirim ke Payakumbuh oleh Bunda Putri. ” Ketika itu Walikota menyuruh saya untuk mengurus urusan APD tersebut, karena saat itu Walikota tidak ingin yang lain mengurusinya,” jelas dr. Bhakrizal.
Selanjutnya, ketika barang APD tersebut sampai di Payakumbuh, pihak Satgas Covid19 Payakumbuh langsung mendistribusikannya ke Puskesmas, dan kepada RS Adnan WD yang sangat membutuhkan.
” Semuanya itu sebelumnya, sudah ada rapat Tim satgas secara keseluruhan untuk pendistribusian APD tersebut. Jadi jelas barangnya ada dan tidak fiktif sesuai yang telah dituduhkan kepada saya,” ulasnya.
Lanjutnya, setelah itu Bunda Putri meminta uang kepada Walikota agar dikirimkan sesuai dengan biaya barang yang telah di datangkan yaitu sebesar Rp. 245 juta. Disebutkan langsung Walikota meminta untuk disegerakan pembayaran ke Bunda Putri.
” Karena waktu itu uang belum bisa di cairkan maka di perintahkan dan sudah dikondisikan oleh walikota atas nama Dinas Kesehatan untuk meminjam uang kepada PDAM Perumda Sago sebesar Rp. 245 Juta dan berjanji selama sebulan akan dikembalikan. Lalu uang tersebut dipinjamkan, dan sudah ditransfer ke Rekening Staf Bunda Putri yang bernama Eha Julaiha,” jelasnya.
dr. Bhakrizal melanjutkan keterangannya, berselang waktu setelah uang di kas daerah sudah bisa dicairkan. Maka untuk pembayaran pengganti uang PDAM Perumda Sago yang dipinjamkan itu Seterusnya dilakukan perlengkapan administrasi Pegadaan APD yang dilakukan oleh PPK Dinkes dan PPK di RS Adnan WD. Sehingga uang bisa dicairkan sebesar Rp.195 juta, dan selebihnya untuk memenuhi hutang ke PDAM. PPK Dinkes dan PPK RS Adnan WD yang memenuhi.
” Dalam hal ini saya tidak pernah melakukannya dan mengikuti, karena saya tidak sebagai Pengguna Anggaran (PA), melainkan sebagai Tim Ahli Satgas, Karena dalam pengadaan ini ialah kebutuhan dari Satgas Covid19 Payakumbuh, dan untuk pencairan uangnya ialah dari BKUDA Payakumbuh bukan dari Dinas Kesehatan yang saya pimpin.
” Dan untuk melakukan perlengkapan administrasi dan penanda tanganan dalam Pegadaan dimaksud saya tidak tahu menahu, sebab yang mengerjakan semuanya ialah kedua PPK yang dikatakan itu. Karena bukan kewenangan saya didalam tim Satgas Covid19 Payakumbuh untuk melakukan itu, karena Posisi kedudukan saya sebagai Tim Ahli,” ucapnya pula.

Tidak hanya itu kalau merujuk ke regulasi dalam keadaan darurat, Pengadaan barang/jasa menyusul Administrasinya diperbolehkan dalam penanggulangan penyebaran Covid-19. Dan setahunya, dalam pengadaan APD itu Kedua PPK tersebut bertindak sebelumnya mengacu kepada Surat Edaran dan regulasi dalam penanggulangan Pandemi Covid19 dan tidak ada persoalan.
” Karena juga sebelumnya sudah di review oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) tentang Rencana Kebutuhan Barang (RKB) apakah sesuai dengan speck dan harga, bahkan setelah barang dibeli Inspektorat juga telah me Riview apakah harga cocok sesuai dengan speck yang tertuang dalam kontrak,” pungkasnya mengakiri.
Menanggapi keterangan dari dr. Bhakrizal dan para saksi di sidang-sidang sebelumnya, Rahmatsyah Dirwaster LSM Badan Pemantau Kebijakan Publik (LSM-BPKP) Provinsi Sumatera Barat sangat berharap kepada majelis hakim untuk memvonis bebas terhadap terdakwa dr. Bhakrizal.
” Karena di Fakta Persidangan semua tentang dugaan pengadaan APD fiktif yang dituduhkan oleh kejaksaan Negeri Payakumbuh kepada dr. Bhakrizal Sudah buyar,” ungkap Rahmatsyah.
Rahmatsyah menyayangkan, kenapa Bunda Putri sebagai penyedia barang muncul di penghujung akan ditetapkannyan Vonis. Sebelumnya Bunda Putri tidak ada disebut-disebut dan di bahas lebih detail.
Seharusnya sebelum menetapkan tersangka, Bunda Putri orang pertama terlebih dahulu yang di tanya atau ditelususri, dan Puskesmas sebagai user.
” Andai Bunda Putri tidak mengirim barang dan Puskesmas juga tidak terima barang, tentu baru tegak diagnosa terindikasi korupsi dan merugikan keuangan negara. Tapi nyatanya barang ada, dan tidak ada yang dirugikan lantas kenapa disebut telah merugikan keuangan negara Rp. 195 juta ?
” Oleh sebab itu dengan terungkapnya semua fakta di dalam persidangan, semoga majelis hakim menetapkan hukum yang seadil-adilnya dan memberikan yang terbaik dari yang terbaik,” tutupnya.
Hasil Keterangan Saksi Ahli Pengadaan :
Sebelumnya, dalam persidangan yang menghadirkan saksi ahli pengadaan barang/jasa bernama Atas Yuda Kandita. ST telan menjelaskan bahwa tentang sistem pengadaan barang dan jasa di masa darurat seperti pandemi Covid-19 memperbolehkan, kalau barang yang dibutuhkan dalam keadaan mendesak didatangkan terlebih dahulu dan proses administrasinya bisa menyusul.

Saksi ahli itu menerangkan bahwa Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan/Jasa (LKPP) sudah mengeluarkan surat edaran LKPP No 3 tahun 2020 untuk dijadikan pedoman dalam penanganan Covid19.
Lebih diperjelasnya, didalam surat edaran (SE) tersebut sudah dijelaskan tentang Penjelasan atas Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
” Belanja dulu, baru ada pengadaan di masa darurat/pandemi dibolehkan dalam UU No 3 Tahun 2020, dan pada Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 9 Tahun 2020, Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pun sudah menjelaskan,” ungkapnya dihadapan Majelis Hakim.
Dia juga mengatakan, dalam Pengadaan barang/jasa pemerintah yang sangat relevan dengan kondisi darurat dalam rangka penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) berpedoman pada Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan Keadaan Darurat dan Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Lebih dipertegasnya, yang terpenting dalam Kepentingan Keselamatan nyawa banyak orang di masa darurat. Dikatakan, Barang pengadaan dalam hal ini boleh didatangi terlebih dahulu baru prosesnya kemudian, dan mengacu pada surat edaran tersebut.
” Di dalam SE tersebut juga diperbolehkan pengadaan secara swakelola, dan pembutuhan bagi yang sanggup untuk menjadi penyedia barang (Suplayer) dan tidak mesti ada pengikatan, yang penting barang ada dan sesuai dengan speck yang dibutuhkan,” ujarnya pula.
Hasil Keterangan Saksi Pidana :
Selain saksi ahli Pengadaan Barang/jasa dihadirkan dalam persidangan perkara dugaan APD Fiktif Dinas kesehatan Payakumbuh di Pengadilan Tipidkor Padang. Prof. DR. Ismansyah, SH.MH juga dihadirkan sebagai saksi ahli hukum Pidana umum dan khusus, pada sidang sebelumnya pada Senin (13/6/22) lalu.
Dalam keterangannya, Prof. DR. Ismansyah, SH.MH menyebutkan, mengenai persidangan kemarin yang perlu disampaikan ke publik dari beberapa pertanyaan yang diutarakan oleh Kuasa Hukum dr. Bhakrizal dan Jaksa Penuntut Umum dan majelis hakim.

Dikatakan, perlu disampaikan ke masyarakat untuk membuktikan Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) asas fundamentalnya adalah ajaran sifat melawan hukum dengan berpedoman pada yurisprudensi MA, sifat melawan materil berfungsi negatif atau sifat melawan hukum berfungsi positif.
Selanjutnya, berpedoman kepada asas hukum pidana tentang perintah jabatan dalam pasal 51 ayat 1 atau pasal 51 ayat 2 KUHP.
” Sifat perbuatan itu dilaksanakan karena keadaan darurat sebagai penyelamatan hidup manusia dari bahaya pandemi, kecuali si pelaku menikmati hasil dari perbuatan tersebut,” jelasnya.
Seterusnya ungkap Profesor terkenal tersebut. Harus diingat juga putusan Makamah Agung No. 42 tahun 1965, bahwa sipelaku dilepaskan dari pertanggungjawaban pidana, atas pertimbangan sebagai berikut.
” Pelayanan umum tetap terlaksana, Negara tidak dirugikan, Sipelaku tidak mendapat keuntungan atas perbuatan tersebut,” ujarnya menyimpulkan. ***