Sidang Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan APD Covid-19 Kota Payakumbuh Tahun 2020
Padang, Paliko Post – Proses Hukum Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan APD Covid-19 Kota Payakumbuh saat ini sudah memasuki Agenda Tuntutan dari Penuntut Umum, sidang Tuntutan dilaksanakan pada tanggal 11 Juli 2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang.
Penuntut Umum menuntut Terdakwa dengan Pasal 3 UU PTPK dangan tuntutan 1 (satu) tahun Penjara. Dari uraian Surat Tuntutan yang dibacakan oleh Penuntut Umum didalam persidangan, banyak sekali kejanggalan yang muncul, bahkan ada beberapa fakta persidangan yang hilang dari uraian fakta persidangan yang disampaikan oleh Penuntut Umum didalam Surat Tuntutannya.
Kejanggalan yang pertama adalah Penuntut Umum menuntut Terdakwa 1 (satu) tahun dengan Pasal 3 UU PTPK. Tuntutan 1 (satu) tahun tersebut adalah wujud dari ketidakyakinan dari Penuntut Umum sendiri terhadap pembuktian yang telah diajukannya kehadapan persidangan, baik itu melalui Saksi, Ahli dan Alat Bukti Surat.
Hal tersebut disampaikan, Bobson Samsir Simbolon, S.H, C.L.A, C.P.L.C, T.L.C, C.M.L, C.H, C.Ht, Penyuluh Antikorupsi Muda, Pasca Persidangan, Rabu (13/07/2022).
Sejak awal perkara Dugaan TPK tersebut dinaikkan ke tahap Penyidikan, sebenarnya sudah sangat terasa sekali ada kekeliruan dari Kejaksaan Negeri Payakumbuh dalam menanganinya, terlebih dengan adanya Gelar Perkara di JAMWAS KEJAGUNG RI yang salah satu hasil eksposnya adalah meminta Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat untuk mengambil alih penanganan Dugaan TPK tersebut.
Harusnya, jika penuntut umum yakin dengan pembuktian yang diajukannya kepersidangan, maka tuntutan yang diajukan tidak 1 (satu) tahun, Coba kita lihat persidangan sebelumnya, Penuntut Umum menghadirkan Ahli, Auditor, dan Saksi fakta yang jumlahnya hampir sepuluh orang, pembuktian itu sudah sangat maksimal dan full power, tetapi dengan pembuktian yang sangat maksimal itu, kenapa penuntut umum justru menuntut cuman 1 (satu) tahun?.
Hal tersebut sudah sangat kuat untuk dijadikan indikator bahwa Penuntut Umum ragu dan tidak yakin dengan pembuktian yang diajukannya ke Persidangan.
Keraguan dari Penuntut Umum itu pasti mempengaruhi keyakinan Hakim dalam memutus perkara aquo nantinya, jika Penuntut Umum yang mendakwa dan menuntut Terdakwa saja sudah tidak yakin dan ragu dengan pembuktiannya sendiri,
maka hakim juga nantinya tidak pikir panjang lebar lagi untuk memutus bahwa perbuatan Terdakwa tidak memenuhi unsur dari Dakwaan Primer dan Dakwaan Subsider Penuntut Umum karena Penuntut Umum tidak dapat membuktikan seluruh Dakwaannya, artinya Terdakwa harus diputus bebas dari segala Dakwaan Penuntut Umum.
Kejanggalan selanjutnya, didalam agenda sidang pemeriksaan Saksi yaitu Bapak Wali Kota Payakumbuh, ada fakta persidangan yaitu adanya arahan dan petunjuk dari Bapak Wali Kota Payakumbuh kepada Terdakwa untuk menemui sosok Bunda Putri yang menjadi pemasok APD yang dikatakan fiktif oleh Penuntut Umum.
Fakta persidangan tersebut hilang dan sama sekali tidak ada termuat didalam uraian fakta persidangan dalam Surat Tuntutan Penuntut Umum, padahal fakta persidangan tersebut adalah cikal bakal atau awal mula munculnya perbuatan Terdakwa yang menurut Penuntut Umum adalah perbuatan Tindak Pidana Korupsi.
Penuntut Umum memulai uraian fakta persidangan dari adanya perbuatan Terdakwa yang meminta bawahannya membuat kontrak fiktif, padahal muculnya Kontrak fiktif yang dimaksud Penuntut Umum itu adalah tidak bisa dipisahkan dari fakta persidangan “adanya arahan dan petunjuk dari Bapak Wali Kota Payakumbuh kepada Terdakwa untuk menemui sosok Bunda Putri yang menjadi pemasok APD yang dikatakan fiktif oleh Penuntut Umum”.
Harusnya Penuntut Umum memulai fakta persidangan dari peristiwa “adanya arahan dan petunjuk dari Bapak Wali Kota Payakumbuh kepada Terdakwa untuk menemui sosok Bunda Putri yang menjadi pemasok APD yang dikatakan fiktif oleh Penuntut Umum”, agar Kontrak dan APD Fiktif yang dimaksud oleh Penuntut Umum itu memiliki latar belakang dan hubungan kasualitas, kan tidak mungkin terjadi ada Kontrak Fiktif dan APD Fiktif jika tidak ada peristiwa yang melatarbelakangi atau peristiwa penyebabnya?.
Saya sebagai Penyuluh Antikorupsi, melihat dan menyaksikan adanya kejanggalan didalam Tuntutan Penuntut Umum tersebut, sangat merasakan ada yang sangat-sangat keliru didalam penanganan Dugaan TPK Pengadaan APD Kota Payakumbuh 2020, terlebih lagi dengan hilangnya fakta persidangan didalam Tuntutan Penuntut Umum tentang “adanya arahan dan petunjuk dari Bapak Wali Kota Payakumbuh kepada Terdakwa untuk menemui sosok Bunda Putri yang menjadi pemasok APD yang dikatakan fiktif oleh Penuntut Umum”,
“saya yakin Penuntut Umum tidak akan melindungi siapapun yang terlibat dan berperan dalam perkara aquo, tetapi dengan hilangnya fakta persidangan dalam Tuntutan Penuntut Umum tentang adanya arahan dan petunjuk dari Bapak Wali Kota Payakumbuh kepada Terdakwa untuk menemui sosok Bunda Putri yang menjadi pemasok APD yang dikatakan fiktif oleh Penuntut Umum, hal itu justru telah melepaskan orang lain dari jeratan hukum, padahal berdasarkan fakta persidangan orang lain itu harus dimintai pertanggung jawaban pidana”.
Dalam kesempatan ini, saya mengajak Masyarakat luas agar memberikan perhatian yang serius dalam mengawasi proses persidangan selanjutnya, jangan sampai orang yang tidak bersalah dihukum, tetapi orang yang sesungguhnya bersalah justru terlindungi dan tidak dijerat dengan hukum.
Pemberantasan Korupsi itu tidak bisa dilakukan dengan cara-cara yang korup, jika kekeliruan yang muncul dalam Penyidikan dan Penuntutan Dugaan TPK Pengadaan APD Kota Payakumbuh tersebut disengaja oleh Oknum Penegak Hukum terkait, maka yang disajikan kepada Masyarakat sebenarnya bukanlah proses hukum terhadap Dugaan Tindak Pidana Korupsi, tetapi sikap korup untuk menjadikan satu peristiwa menjadi seolah-olah Korupsi padahal bukan Korupsi.
“Jangan sampai Oknum-oknum Penegak Hukum justru menyandingkan Pemberantasan Korupsi dengan Pemberantasan Lawan Politik” tutupnya. ***